Kamis, 07 Desember 2017

Kesadaran Model Apatis Atas Mahasiswa Papua

KESADARAN MODEL APATIS ATAS MAHASISWA PAPUA

Oleh: Arnold Ev. Meaga

Mahasiswa Papua Yang Apatis

Kehidupan Mahasiswa pada umumnya berada di tengah-tengah lingkungan masyarakat. Oleh sebab itu peran daripada mahasiswa tersebut sangat fundamental atas keadaan dan kondisi destruktif yang biasa di alami oleh masyarakat yang ada. Makanya mahasiswa sering atau biasanya di sebut sebagai agen perubahan terhadap keadaan sosial budaya. Oleh karenaNya saat ini kita (Mahasiswa Papua) tentunya mengetahui keadaan, kondisi dan situasi di tanah air west Papua itu sendiri seperti apa saat ini situasinya dan statusnya pula. Sebab kondisi sosial budaya atas Papua itu sendiri tidak berada dalam keadaan baik-baik saja dan aman-aman saja, oleh karena itu yang mengklaim bahwa Papua itu baik-baik saja dan aman-aman saja ialah mereka kelompok atau golongan konservatif pemerintah colonialisme (Indonesia) dan mereka kelompok borjuasi local (Papua) yang sedang berdomisili dan bersenang-senag di atas penderitaan batin dan fisik serta kucuran darah rakyat bangsa West Papua. Oleh karena itu kita (Mahasiswa Papua) pada hakikatnya sudah mengetahui kenyataan sosial atas Papua itu sendiri, namun kita masi saja bersikap tidak peduli dan malas tau (Apatis)  dengan keadaan serupa maka, hal tersebut hanya akan berdampak pada memperpanjangkan penjajahan kolonialisme (Indonesia) atas Papua, perbudakan, pembunuhan dan sejenisnya. Dan pada akhirnya kita akan sampai pada pemusnahan etnis Melanesia atas kita orang-orang Papua itu sendiri, itu sedang.

Dalam hal ini perlunya untuk kita (Mahasiswa Papua) sadari bahwa kolonialisme (Indonesia) tidak akan pernah menciptakan kemakmuran, kedamaian, kesejahteraan, pendidikan yang layak, kesehatan yang baik dan lain sebagainya terhadap bangsa yang sedang dijajah oleh kolonialisme tersebut, sebab kolonialisme (Indonesia) hanya akan menciptakan dan memproduksi ketidak adilan, ketidak damaian, ketidak makmuran, konflik antara etnis Papua yang ada, memproduksi minuman keras dalam kemasan tertentu buat orang-orang Papua, dan sejenisnya, bahkan kematian atas orang-orang Papua pun akan pula di ciptakan sedemikian rupa dengan cara-cara yang wajar melalui kesehatan, makanan dalam kemasan tertentu buat orang-orang Papua, tabrak lari terhadap orang-orang Papua yang sudah menjadi kebiasaan intelijen colonial di Papua, uang yang di hamburkan untuk orang-orang Papua dalam jumlah yang begitu besar dan lain-lain. oleh sebab itu singkatnya kolonialisme (Indonesia) menciptakan dan memproduksi sifat dan kondisi destruktif terhadap bangsa (West Papua) yang sedang di kuasai olehnya si kolonialisme tersebut.

Intinya kita (Mahasiswa Papua) menyadari dan sadar dengan keadaan dan kondisi di tanah Air West Papua itu sendiri. dan buanglah sifat dan sikap apatis itu atas diri anda sendiri dan mulailah libatkan diri mu dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan hal-hal kemanusiaan dan kebenaran, dengan begitu anda sudah dapat menyelamatkan nasip dan masa depan rakyat bangsa Papua dari ancaman genosida pada khususnya, dan pada umumnya anda sudah pula menyelamatkan manusia lainnya dari ketertindasan dan ketidak adilan yang mereka alami. Oleh karenanya kita (Mahasiswa Papua) tidak harus takut jika kita berada pada posisi yang benar.

Mahasiswa Papua AnakNya Borjuasi Local (Papua)

Borjuis (kata sifat: borju) dalam sosiologi dan ilmu politik menggambarkan berbagai kelompok di seluruh sejarah. Dalam dunia Barat, di antara akhir abad pertengahan dan saat sekarang, kaum borjuis adalah sebuah kelas sosial dari orang-orang yang dicirikan oleh kepemilikan modal dan kelakuan yang terkait dengan kepemilikan tersebut. Mereka adalah bagian dari kelas menengah atau kelas pedagang, dan mendapatkan kekuatan ekonomi dan sosial dari pekerjaan, pendidikan, dan kekayaan. Hal ini dibedakan dari kelas sosial yang kekuasaannya didapat dari lahir di dalam sebuah keluarga aristokrat pemilik tanah yang bergelar, yang diberikan hak feodal istimewa oleh raja/monarki. Kaum Borjuis muncul di kota-kota yang ada di akhir zaman feodal dan awal zaman modern, melalui kontrol perdagangan jarak jauh dan manufaktur kecil. Kata borjuis dan borju berasal dari bahasa Perancis, yang berarti "penghuni-kota" (dari Bourg, bdk. Bahasa Jerman Burg).

Marxisme mendefinisikan borjuis sebagai kelas sosial yang memiliki alat-alat produksi dalam masyarakat kapitalis. Marxisme memandang bahwa kelompok ini muncul dari kelas-kelas orang kaya di perkotaan pada masa pra- (sebelum) dan awal masyarakat kapitalis. Dalam masyarakat kapitalis kontemporer, istilah borjuis dapat merujuk pada kelas menengah, menengah atas, dan / atau gaya hidup dan nilai-nilai mereka. Istilah ini mempunyai konotasi kuat yang maksudnya "budaya ruang duduk yang pasif" dalam konteks Eropa. Borjuis sering merujuk pada kelakuan menyendiri dan konservatif secara sosial yang disertai adat menganggur dari orang kaya baru.

Dengan indikator gambaran umum di atas dapatlah kita pahami dan mengetahui apa itu borjuasi, dalam hal ini kebanyakan mahasiswa Papua yang tergolong dalam anak-anaknya kaum borjuasi local (Papua) pada hakikatnya, naluri mereka, nalar mereka dan sampai dengan sifat serta sikap mereka atas kenyataan sosial di Papua seakan semua berada dalam keadaan baik-baik saja begitulah asumsi mereka, berhubung mereka sendiri pun hidup dalam keadaan baik-baik saja dan serba berkelimpahan. Mahasiswa model seperti ini tingkat kesadarannya sangatlah minim (sedikit) bahkan tidak ada sama sekali, sebab mahasiswa yang terdiri dari anak-anaknya kaum borjuasi local (Papua) tersebut secara empiris mereka lebih mengutamakan hal-hal yang berbau kenikmatan (Hedonisme) atas diri mereka sendiri tanpa kepedulian mereka terhadap persoalan kemanusiaan yang sedang terjadi. Ada juga anak-anaknya si borjuasi local (Papua) yang sadar akan kenyataan sosial atas Papua itu sendiri, namun itu hayalah satu atau dua orang, sebagian besar di antaranya semuanya sudah di matikan nalurinya, nalarnya oleh inspirasi kenikmatan atas dirinya sendiri. Dengan ini hendaknya kita (Mahasiswa Papua anaknya kaum borjuasi local) insaf dari sikap kita dan cara ketidak pedulian kita terhadap kenyataan sosial yang sedang terjadi di Papua pada khususnya, dan pada umumnya di mana tempat keberadaan kita menuntut ilmu pengetahuan (Kulia) di manapun itu.

Sadar Dan Bersikap Apatis

Kita (Mahasiswa Papua) pada hakikatnya sadar dengan keadaan dan kondisi kenyataan sosial yang ada, apa lagi kenyataan sosial atas Papua pasti dan jelas semua mahasiswa Papua mengetahui hal tersebut di manapun keberadaan kita. Namun ketika tarjadi kejahatan kemanusiaan di Papua kita (Mahasiswa Papua) diam saja, dan bersikap apatis walaupun hal tersebut sudah diketahui oleh kita (Mahasiswa Papua). Ini yang di maksud dengan sadar dengan kenyataan sosial namun dalam menyikapi hal tersebut tak dapat pula di implementasikan oleh kita (Mahasiswa Papua) hal ini fakta dan sedang terjadi atas kita.

Saatnya Buang Sikap Apatis Dari Diri Kita (Mahasiswa Papua)

Saatnya buang sikap apatis oleh kita (Mahasiswa Papua), sebab jika kita memelihara sifat apatis dalam diri kita maka, sama halnya kita menciptakan perpanjangan penindasan dan perbudakan yang di implementasikan oleh penguasa atas kita (Mahasiswa Papua) dan seluruh rakyat bangsa West Papua. Saat ini saatnya untuk kita sadar dengan keadan dan kondisi kenyataan sosial di Papua itu sendiri, bahwa bumi Papua serta isinya tidak berada dalam keadaan baik-baik saja. oleh sebab itu pentingnya untuk kita buang jau-jau sikap apatis kita, dan sekarang kita berpikir untuk bagaimana membebaskan rakyat bangsa West Papua dari ketertindasa yang sedang di alami oleh kita, yang mana hal ketertindasan dalam hal politik, ekonomi, sosial budaya dan lain sebagainya yang sedang di implementasikan oleh kolonialisme (Indonesia), melalui penjajahan atas bumi Papua itu sendiri. (HANYA BUTU KESADARAN ATAS DIRI KITA MAHASISWA PAPUA SEBAGAI KAUM YANG BERINTELEKTUAL).


Sumber Referensi:

https://id.wikipedia.org/wiki/Borjuis.




Kamis, 16 November 2017

Uang Sebagai Pengendali Orang Papua

UANG  SEBAGAI  PENGENDALI  ORANG  PAPUA


Oleh: Arnold Ev. Meaga

GAMBARAN UMUM TENTANG UANG
Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran hutang. Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda pembayaran. Secara kesimpulan, uang adalah suatu benda yang diterima secara umum oleh masyarakat untuk mengukur nilai, menukar, dan melakukan pembayaran atas pembelian barang dan jasa, dan pada waktu yang bersamaan bertindak sebagai alat penimbun kekayaan.
 
Keberadaan uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah daripada barter yang lebih kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan kemakmuran.

Pada awalnya di Indonesia, uang —dalam hal ini uang kartal— diterbitkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Namun sejak dikeluarkannya UU No. 13 tahun 1968 pasal 26 ayat 1, hak pemerintah untuk mencetak uang dicabut. Pemerintah kemudian menetapkan Bank Sentral, Bank Indonesia, sebagai satu-satunya lembaga yang berhak menciptakan uang kartal. Hak untuk menciptakan uang itu disebut dengan hak oktroi.

UANG MENGATUR ORANG PAPUA
Orang-orang Papua pada hakikatnya bisa dan gampang untuk di atur oleh siapapun dengan menggunakan alat yang satu ini “Uang”,  karena uang dapat memenuhi kebutuhan umat manusia dari kekurangan-kekurangan manusia itu sendiri. Dalam hal ini sejak wilayah Indonesia bagian timur itu (Papua), di berikan otonomi khusus (Desentralisasi) dan mulai berjalannya otonomi khusus tersebut atas semua rakyat Papua, pada saat itu pula sikap orang-orang Papua berubah secara absolut. Beruba dalam hal politik, ekonomi, Sosial Budaya dan lain-lainnya, sebab setelah mulai berjalannya otonomi khusus tersebut pergolakan politik, ekonomi, sosial budaya berubah pulah atas semua rakyat bangsa  Papua. 

Dalam berpolitik, pada khususnya untuk proses pemilihan Gubernur, Bupati, dan lain-lain untuk wilayah Indonesia bagian timur itu berjalan tidak berbeda pula dengan system politik oportunisme. Jika ingin menang bersaing dalam hal politik untuk wilayah Papua dalam rangka memenangkan suatu jabatan strategis, maka yang harus di lakukan ialah dengan menggunakan metode politik oportunisme. Dan hal itu nyata dan sudah berlangsung bahkan sudah menjadi kebiasaan untuk merai kemenangan dalam berpolitik itu sendiri.

Dalam ekonomi, untuk wilayah Papua yang merasakan kemakmuran dalam ekonomi, keadilan dalam ekonomi dan damai dalam ekonomi, berjalan secara horizontal hanya bagi kaum oligarki semata yang sedang berdomosili di wilayah Indonesia bagian timur itu (Papua). Sebab dalam hal ekonomi atas masyarakat Papua, hampir sebagian besar masyarakat akar rumput hidup tergantung pada pemerintah tidak lagi pada usaha-usaha mereka sendiri. Oleh karena hal ketergantungan tersebut lah yang memaksa seluruh masyarakat Papua untuk menjadi manusia yang muda untuk di atur dan di kendalikan. Sebab masyarakat Papua gampang dalam melakukan hal-hal destruktif demi tercapainya kebutuhan ekonomi keluarga, kelompok, golongan dan sebagainya. Hal tersebut di sebabkan oleh dampak ketergantungan dalam hal ekonomi itu sendiri.

Dalam sosial budaya, kehidupan masyarakat Papua dalam ekonomi, politk, sosial budaya, kesatuan dan persatuan etnis yang heterogen dan lain-lain, dalam hal ini seluruh masyarakat Papua dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dalam aspek kehidupan apapun itu, berjalan secara baik-baik saja adapun hal-hal yang tidak baik-baik saja kerap terjadi dalam sosial budaya masyarakat Papua seluruhnya, namun hal tersebut tidak terjadi dalam jangka waktu yang panjang (lama). Sebab dalam kehidupan masyarakat Papua secara turun-temurun, generasi ke generasi dalam sosial dan budaya berjalan secara natural. Oleh karenanya hal-hal yang mengarah pada sifat destruktif pada sosial budaya masyarakat Papua jarang untuk di temui bahkan tidak dapat terjadi atas semua rakyat Papua. Tetapi ketika kedatangan kolonialisme (Indonesia) atas bumi Papua pada 1962 barulah terjadi vegetasi dalam sosial budaya rakyat Papua yang dulunya berjalan secara natural menjadi tidak natural lagi. Dan pada akhirnya banyak terjadi kecemburuan sosial budaya antara rakyat pribumi denagan non-pribumi dalam jangka waktu yang panjang pula. Dan persoalan tersebut jika saja akan di konservasikan oleh pemerinta, namun tindakan konservasi tersebut tidak dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Sebab dalam sosial budaya tersebut telah tervegetasi budaya sosial dari dua bangsa yang pada hakikatnya beda Ras dan beda pula dalam menjalankan kebiasaan-kebiasaan sosiala budayanya.

UANG MENDATANGKAN KEMATIAN BAGI ORANG PAPUA
Uang tidak menciptakan manusia Papua, uang menciptakan ketidak adilan atas orang Papua, uang menciptakan pertikaian antara sesama orang Papua, uang menciptakan kecemburuan sosial orang-orang Papua dengan orang-orang pendatang, uang menciptakan perang antara orang Papua dengan orang Papua, uang menciptakan penyakit pemusna masal/pemusna etnis Melanesia (Papua), singkat cerita uang menciptakan destruktifitas atas seluruh manusia Papua. Oleh karenanya secara empiris, sadar tidak sadar uang tersebutlah yang akan membunuh orang-orang Papua. Sebab pada hakikatnya kebanyakan pergolakan yang kerap terjadi atas Papua di sebabkan oleh uang, karena uang lah yang berkuasa di dunia ini setelah Tuhan sang pencipta alam semesta.

UANG SEBAGAI TUHAN BAGI BORJUASI LOKAL PAPUA
Borjuis (kata sifat: borju) dalam sosiologi dan ilmu politik menggambarkan berbagai kelompok di seluruh sejarah. Dalam dunia Barat, di antara akhir abad pertengahan dan saat sekarang, kaum borjuis adalah sebuah kelas sosial dari orang-orang yang dicirikan oleh kepemilikan modal dan kelakuan yang terkait dengan kepemilikan tersebut. Mereka adalah bagian dari kelas menengah atau kelas pedagang, dan mendapatkan kekuatan ekonomi dan sosial dari pekerjaan, pendidikan, dan kekayaan. Hal ini dibedakan dari kelas sosial yang kekuasaannya didapat dari lahir di dalam sebuah keluarga aristokrat pemilik tanah yang bergelar, yang diberikan hak feodal istimewa oleh raja/monarki. Kaum Borjuis muncul di kota-kota yang ada di akhir zaman feodal dan awal zaman modern, melalui kontrol perdagangan jarak jauh dan manufaktur kecil. Kata borjuis dan borju berasal dari bahasa Perancis, yang berarti "penghuni-kota" (dari Bourg, bdk. Bahasa Jerman Burg).

Dengan mengacu pada indikator tentang borjuasi itu sendiri, asumsi kaum borjuasi local di Papua yang berasal dari orang-orang Papua dan orang-orang pendatang bahwa uang adalah hal yang sangat fundamental. Oleh karena uang, apapun yang mereka inginkan akan dengan mudah di rai olehnya. Oleh sebab itu betapa pentingnya uang di mata mereka di bandingkan Tuhan. Terkadang mereka kelompok/ kaum borjuasi berasumsi bahwa uang lah yang harus di utamakan dan bagaimana caranya mendatangkan uang tersebut atas mereka, barulah nanti mereka berpikir masalah Tuhan. Sebab kaum borjuasi tidak akan pernah memikirkan hal-hal yang beraroma dokma, karena mereka memiliki apa yang tidak di miliki oleh orang lain dalam hal kekayaan. Terkecuali kaum borjuasi tersebut bangrut dari kesemua yang di miliki olehnya sendiri, barulah mereka akan bersandar dan memikirkan masalah Tuhan, singkatnya menyerakan kehidupan mereka kepada Tuhan alias bertobat. Oleh kerena uang itulah kaum borjuasi local di Papua dapat menciptakan kekuasaan atas dirinya sendiri, oleh karena itu, uang adalah TuhanNya kaum borjuasi, oleh karena uang itulah yang akan memenuhi keperluan dan kebutuhan mereka dalam hal apapun yang mereka butuhkan dan inginkan.

UANG MENCIPTAKAN REVOLUSI DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN BANGSA PAPUA BARAT
Revolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan. Ukuran kecepatan suatu perubahan sebenarnya relatif karena revolusi pun dapat memakan waktu lama. Misalnya revolusi industri di Inggris yang memakan waktu puluhan tahun, namun dianggap 'cepat' karena mampu mengubah sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat —seperti sistem kekeluargaan dan hubungan antara buruh dan majikan— yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Revolusi menghendaki suatu upaya untuk merobohkan, menjebol, dan membangun dari sistem lama kepada suatu sistem yang sama sekali baru. Revolusi senantiasa berkaitan dengan dialektika, logika, romantika, menjebol dan membangun.

Oleh kerena itu untuk rakyat Bangsa Papua juga dapat melakukan revolusi dengan metode-metode agresif dan tidak pula, dalam mengimplementasikan perjuangan sejati yang sedang di perjuangkan oleh rakyat Bangsa Papua itu sendiri, yaitu tidak lain tidak bukan ialah merdeka, dan bebas sepenuh-penuhnya dari cengraman bangsa penjajah kolonialisme Indonesia, imperialisme dan kapitalisme biadap alias si lintah darat. Dalam hal ini perjuangan tanpa danah (uang) perjuangan pun tak dapat terlaksana dengan baik, sebab uang dapat melengkapi dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan akan perjuangan itu sendiri dari ketiadaan menjadi ada. Oleh sebab itu uang sangat penting dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Papua menuju ideal yang di harapkan (Merdeka) oleh bangsa Papua itu sendiri. Namun dalam hal perjuangan, kontribusi kaum borjuasi local, masyarakat, gereja-gereja ataupun rakyat akar rumput dalam memberikan bantuan dalam bentuk uang, guna untuk mengimplementasikan perjuangan kemerdekaan sangat kurang di perhatikan oleh semua rakyat bangsa Papua. Sebab factor uang (danah) juga dapat mempengaruhi kerja-kerja perjuangan, dan uang itu adalah problem yang dapat pula menghambat perjuangan. Agar ada bantuan uang (Dana) dari semua rakyat akar rumput maka, stratak yang di butuhkan ialah dengan cara membangun revolusi mental terkait perjuangan itu sendiri, melalui agitasi dan propaganda secara lisan, umum dan konkrit terhadap semua rakyat bangsa Papua yang ada.

Hasil gambar untuk Orang Papua dan Uang

Sumber Reverensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Borjuis,
https://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi.

Rabu, 15 November 2017

Papua Arena Pengeksploitasian "SDA" dan "SDM"

PAPUA ARENA PENGEKSPLOITASIAN (SDA) DAN (SDM) OLEH KOLONIALISME INDONESIA

Oleh: Arnold Ev. Meaga

Sejak Papua dianeksasi secara paksa masuk dan bergabung ke-dalam Bingkai Negara Kesatuan Repulik Indonesia (NKRI), yang namaNya penindasan, pemerkosaan, pemukulan, pembunuhan dan lain-lain yang bersifat destruktif, selalu dan terus diimplementasikan oleh militarisme kolonialisme Indonesia, yang berdomisili dan bertugas di atas tanah dan Bumi Papua Barat (Negri Melanesia) sejak pada 1963 sampai dengan saat ini 2017. 

Keberadaan Indonesia diatas Tanah dan Bumi Papua Barat tidak pernah memberikan suatu dampak dan kontribusi yang baik (positif), terhadap rakyat Bangsa Papua Barat, yang ada hanyalah dampak yang bersifat destruksif (negatif) terhadap Rakyat Bangsa Papua Barat itu sendiri. Dalam hal ini dampak positif yang diberikan penguasa (Kolonialisme Indonesia) atas Rakyat Papua, yang bisa menikmati dampak tersebut hanyalah mereka kelompok, golongan, dan kaum kelas Borjuasi lokal dan Borjuasi Nasional yang berkuasa diatas Tanah dan Bumi Papua Barat, yang menikmati semua itu diatas kucuran air mata dan darah Rakyat Papua melalui sistem birokratis milik pemerintah kolonial (Indonesia) yang ada.

BumiNya orang-orang melanesia (Papua), adalah objek tunggal pengeksploitasian sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM). Dan hal itu sedang diimplementasikan secara masif (absolut) diatas tanah dan BumiNya orang-orang melanesia (PAPUA BARAT), oleh penguasa kolonial (Indonesia) terhadap wilayah koloniNya sendiri (Papua).

Melihat dari aksi-aksi nyata oleh TNI/POLRI diatas tanah Papua sejak 1963 sampai dengan saat ini 2017, bahwa TNI/POLRI hanyalah melindungi rakyat Indonesia yang ada diatas tanah Papua, korporat-korporat asing dan nasional (Kapitalis) yang sedang beroperasi diatas tanah dan Bumi Melanesia (PAPUA BARAT) itu sendiri. Jadi, untuk Rakyat Papua tidak ada perlindungan hukum dan tidak ada pula perlindungan dari pihak yang berwajip. Dalam hal ini TNI, POLRI, BRIMOB DLL. Sebab Papua adalah wilayah yang termasuk dalam kategori terjajah, yang mana praktik penjajahan tersebut sedang diimplementasikan oleh Bangsa yang pernah di-jajah pulah oleh Bangsa lain. 

Melihat dari kenyataan sosial yang terjadi diatas Bumi Papua Brata pada umumNya dan, pada khususNya manusia-manusia Papua (Pribumi). Yang mengalami kenyataan sosial yang pahit, kekejaman penguasa (kolonial), ketidak adilan yang merata, serta perlakuan agresif yang di-terapkan oleh kolonialisme (Indonesia) terhadap Rakyat Bangsa Papua, membut Rakyat Papua sendiri menjadi bersikap agresif pula. Tetapi sikap agresuf yang di lancarkan oleh seluru Rakyat Papua, diimplementasikan dan di-tunjikan dengan cara-cara yang bermartabat, terhormat, damai dan bermoral (Tidak menggunakan kekerasan fisik). Dan permohonan rakyat Papua sudah harus didengar dan di-tanggapi secara serius oleh penguasa (Kolonial Indonesia).

Jumat, 20 Oktober 2017

Tuhan Tidak Menjawab Aspirasi Suatu Bangsa




TUHAN TIDAK MENJAWAB PERMOHONAN ASPIRASI  SUATU BANGSA

Oleh: Arnold Ev. Meaga

Tuhan Sebagai Penyelamat
Semua umat manusia yang ada dalam perut bumi ini terdiri dari berbagai macam golongan Etnis dan Ras yang heterogen. Demikian juga dari sekian Etnis dan Ras yang ada, memiliki pula sang penyelamatNya (Pahlawan) masing-masing atas etnis dan ras itu sendiri. Yang saya (Penulis) maksudkan penyelamat ialah dalam satu bangsa dan Negara tentuNya kelas etnis dan ras yang heterogen  tergabung menjadi satu kesatuan dalam satu wadah yaitu Negara itu sendiri. Bangsa dan Negara Kesatuan Repulik Indonesia (NKRI) juga memiliki seorang penyelamat yang sama seperti Yesus Kristus (Tuhan), yakni tidak lain tidak bukan ialah Soekarno sang penyelamat Bangsa Indonesia, serta kawan-kawanNya. “(Kawan-kawan Soekarno dapatlah kita asumsikan saja sebagai murit-muritNya Soekarno itu sendiri, seperti murit-murit Yesus pula)”. Demikian seterusNya bangsa-bangsa lainnya yang berdomisili dalam perut bumi inipun memiliki pula penyelamatNya masing-masing.

Yesus Kristus adalah pejuang revolusionerNya bangsa Israel setelah pendahuluNya Nabi Mussa yang membebaskan dan membawa bangsa Israel keluar dari perbudakan, penindasan oleh bangsa Mesir. Dan dalam ajaran-ajaran tentang penyelamatan yang di implementasikan oleh Yesus Kristus (Tuhan) serta murid-muridNya, dapatlah di adopsi oleh seluruh umat manusia yang ada di dunia ini melalui gagasan-gagasan (Provesi) Yesus Kristus (Tuhan), yang telah di tuangkan melalui catatan-catatan yang telah di tulis oleh mirid-muritNya dalam buku-buku kehidupan yang ada sampai saat ini (Alkitab). Namun buku kehidupan  (Alkitab) itu sendiri ialah jalan dan cerita sejarahNya bangsa Israel, sama halnya dengan catatan-catatan sejarahNya bangsa-bangsa yang ada di dunia ini.

Bangsa Tertindas Yang Berharap
Dalam hal ketertindasan, tentunya bangsa yang lemah akan di taklukan dan di kuasai oleh bangsa yang kuat dan yang kuat akan semakin kuat pula, demikian sebalikNya yang lemah akan semakin  bertamba lemah, dan pada akhirNya yang lemah akan di perbudaki, di tindas pula dalam segala aspek kehidupan bangsa yang lemah (Tertindas) itu sendiri. Pada saat penjajahan bangsa Inggris atas Bangsa Afrika, gereja dan ajaran Yesus Kristus (Tuhan) di gunakan oleh bangsa penjajah (Inggris) sebagai obat penenag dan pengikat bangsa tertindas oleh bangsa penindas, agar bangsa yang di tindas tidak dapat pula melawan bangsa penindas. Jadi agama mengajarkan tentang suatu dokrin agar bangsa yang tertindas tidak dapat pulah melawan pemerintahan bangsa penindas pada saat itu atas bangsa yang di tindas itu sendiri.

Jika saja kaum bangsa yang di tindas hendakNya mengimplementasikan perlawanan atas pemerintahan penindas yang ada, maka agama akan mengancam bangsa tertindas dengan senjata Surga dan Neraka. Namun pada hakikatNya keberadaan surga dan neraka itu belum bisa di pastikan dan di buktikan pula secara nyata oleh agama itu sendiri. Ada satu kutipan dari seorang persiden Venesuela Hugo Chaves bahwa “kenapa manusia tidak mau ciptakan surga di bumi ..?” dengan kutipan Hugo Chaves di atas, dapatlah kita renugkan bahwa pada hakikatNya surga dan neraka itu memang benar tidak ada, “(Embun Mistik begitulah kata Lenin terkait surga dan neraka itu sendiri)”. Antara surga dan neraka itu, dapatlah di ciptakan di dunia ini oleh umat manusia yang ada, sebab setelah kematian akan adanya kehidupan atau tidak belum dapatlah di buktikan secara material (Nyata) oleh siapapun, sebab tidak ada satupun seorang manusia yang mati lalu datang mengajak manusia yang masi hidup untuk dapat menunjukan bahwa setela mati nanti akan ada tempat lagi yang baru, seperti yang biasaNya di asumsikan oleh agama-agama yang ada yaitu Surga dan Neraka itu sendiri.

Namun karena sangat ampuh dan jitu pula dokrinan agama atas umat manusia pada umumNya dan pada khususNya bangsa yang berada dalam keadaan, kondisi serta situasi tertindas, hanya dan akan menunggu suatu keajaiban, mujisat dan sejenisNya (Berharap) kepada sang penyelamat itu sendiri (Tuhan), dari belenggu penindasan yang sedang di alami oleh bangsa terjajah itu pula. Ada satu kutipan dari Prof.,Dr. Nurchoiliz Madjit 1997 bahwa “Tuhan tidak akan merubah nasip suatu kaum, jika kaum itu tidak berusaha untuk mengubahnya sendiri, jika Tuhan menghendakiNya jangankan elit global alam semestapun akan rutuh”. Namun kenyataan lapangan mengatakan lain untuk bangsa terjajah dan tertindas, mereka bangsa tertindas akan dan selalu di paksakan untuk menjadi manusia yang tukang berharap dan tergantung pada bangsa penjaja, untuk memberikan kebebasan bagi mereka bangsa tertindas. Namun apa yang di harapkan dan di cita-citakan oleh bangsa tertindas tersebut tidak akan pernah tercapai jika bangsa tertindas tersebut terus berharap akan hal keajaiban, mujisat dan lain-lain tanpa kerja dan berusaha agar tercapai ideal yang di harapkan oleh bangsa tertindas itu sendiri, atas bangsa penindas (Penjajah).

Agama Konservatif Atas Bangsa Tertindas
Penjajahan Negara sentral yang di implementasikan atas sutu wilayah/daerah koloniNya, sangat tergantung pula pada angkatan bersenjata, hukum, Agama dan lain-lain. Namun di sini saya (Penulis) akan batasi untuk membahas dan menguraikan yang lain-lain, saya hanya akan menguraikan sedikit tentang konservatifnya agama itu sendiri. Dalam hal ini, negara sentral ketergantuganNya atas agama sangat besar karena agama sendiri memainkan peran yang sangat fundamental atas umat manusia yang ada.

Jika agama dan negara dapat berkolaborasi, maka negara sentral dapat mengendalikan semua etnis yang ada di semua wilayah/daerah yang sedang di koloni oleh negara sentral itu sendiri, dengan menggunakan senjata agama yang ada di semua wilayah/daerah yang di koloni tersebut. Jadi dalam hal ini agama akan mengutamakan tujuan dan kepentingan negara sentral dalam mengagitasikan serta mengimplementasikan suatu dokrin atas semua kelas kasta yang berada pada wilayah/daera dalam keadaan terjajah itu, agar semua kelas kasta itu tetap berada dalam keadaan patuh (Tidak melawan) terhadap pemerintahan negara sentral. Hal inilah yang di ingini oleh penguasa negara sentral atas wilayah/daerah koloniNya yang ada. Dengan demikian seluruh rakyat yang mendengarkan serta turut dan patuh pada suara agama-agama konservatif, maka rakyat tersebut akan hanya menjadi objek penindasan dan tidak akan pernah pula terjadi suatu revolusi atas rakyat tertindas itu sendiri.

Agama Yang Membebaskan Rakyat Tertindas
Pada hakikatNya peran fundamental agama itu sendiri ialah memberikan ajaran (Dokrin) tentang perfeksionisme, egaliatarianisme, humanisme serta ajaran-ajaran tentag cinta kasi antar sesama, keadilan yang merata dan lain-lain. Agar terciptaNya dunia dalam keadaan yang bebas dari segala konfigurasi pertentangan dan sifat destruktif dari semua umat manusia yang ada di bumi ini. Demikian hal serupa inilah yang di inginkan oleh sang Khalik itu sendiri atas umat manusia yang ada pula. Tetapi bagi agama kenservatif itu sudah bukan lagi agama melainkan agama yang berpolitik tentang hedonisme, partikularisme serta menjaga dan memuluskan kepentingan kaum oligarki semata, dan lain-lain. Namun agama dalam mengambil peran sebagai penyelamat rakyat tertindas telah terbukti secara nyata atas dunia ini, ialah negara-negara Amerika Latin. Agama mengambil peran yang sangat fundamental atas seluruh rakyat Amerika Latin dalam rangka membebaskan diri rakyat yang sedang berada dalam kebohongan pemerintah (Penindas) yang kejam.

Namun tanpa peran penting agama rakyat tidak akan tau dan mengetahui yang sebenarNya kondisi, kedaan dan situasi mereka yang mana sedang berada dalam keadaan terjajah dan tertindas. Oleh sebab itu tokoh-tokoh agama (Pendeta, Pastor, uskup, Majelis dan sejenisNya) yang memberikan dokrin tentang keadaan yang sebenarnya atas rakyat tertindas itu sendiri patut di muliakan dan di apresiasi setinggi-tingginya. Dan hal serupa yang di implementasikan oleh tokoh-tokoh agama asal Amerika Latin itu, hendaknya patut untuk dapat di tiru oleh tokoh-tokoh agama lainnya yang ada pula di dunia ini. Dalam rangka membebaskan umat manusia dari keadaan tertindas, terjajah oleh manusia lainnya yang menindas dan menjajah. Lebih lanjut saya (Penulis) mengajak anda yang mulia tuan pembaca untuk dapat memiliki buku yang berjudul: “Teologi Pembebasan”.

Agama Yang Berbicara Persoalan Penentuan Nasip Sendiri (Selft Determination)
Dalam dinamika agama yang ada, jarang pula agama itu dapat beretorika atas umat Tuhan tentang penentuan nasip sendiri (self determinesen). Walaupun umat Tuhan tersebut berada dalam keadaan tertindas dan terjajah. Namun  hal penentuan nasip sendiri itulah yang di perlukan dan di butuhkan oleh umat Tuhan yang sedang berada dalam keadaan tertindas dan terjajah itu sendiri. Maka sudah seharusnya tokoh agama (Pendeta, Pastor dan sejenis) hendaknya dapat menyerukan juga tentang persoalan penentuan nasip sendiri (Selft determinesen) atas umat Tuhan, harapan saya (penulis) seperti itu. Secara empiris peran agama dalam mengangkat persoalan penentuan nasip sendiri (Selft determinesion) sangatlah kurang dan jarang. Peran agama atas rakyat tertindas lebih pada pelanggaran HAM dan perfeksionisme dan lain-lain. Namun sekalipun pelanggaran HAM itu dapat di selesaikan oleh negara (Penguasa) secara tuntas, sudah pasti akan terjadi lagi pelanggaran HAM yang baru pula atas rakyat tertindas itu sendiri oleh penguasa (Negara pusat) yang menjajah dan menindas rakyat yang terjajah itu. Kecuali rakyat yang di jajah itu dapat menentukan nasip sendiri (Merdeka) dan bebas dari keadaan, kondisi serta situasi terjajah dan tertindas itu dari cengkraman tangan penguasa yang menindas secara absolut.


Agama Yang Berbicara Persoalan HAM dan Penentuan Nasip Sendiri (Selft Determination)
Dalam persoalan HAM dan penentuan nasip sendiri, hendaknya agama dapat menerapkan dan memberikan dokrin atas umat Tuhan secara adil dan transparan atas ke dua persoalan di atas. Sebab secara empiris agama tidak pernah dapat beretorika terkait persoalan HAM dan penentuan nasip sendiri (Merdeka dan Bebas). Jika saja ada itupun bukan kedua persoalan yang di suarakan oleh agama itu sendiri, melainkan hanyalah satu persoalan saja yang mana sudah seperti biasanya di suarakan oleh agama secara terus-menerus yaitu persoalan HAM, namun berbeda pula dengan persoalan yang satu ini, yaitu penentuan nasip sendiri atas rakyat bangsa tertindas jarang pula di serukan/di suarakan oleh agama itu sendiri.

Perlunya Agama-Agama Di Papua Untuk Menyuarakan Persoalan HAM dan Hak Penentukan Nasip Sendiri (Selft Determination)
Sekali lagi dalam hal ini, siapapun anda yang mengambil peran fundamental sebagai tokoh agama hendaknya dapat menyampaikan janji-janji Tuhan atas umat Tuhan tanpa keberpihakan kepada siapapun (konservatif), dan mau bagaimanapun juga agam-agama konservatif yang ada di atas bumi Papua Barat sudah seharusnya di hilangkan/di singkirkan dari atas bumi Papua Barat seluruhnya. Agama-agama konservatif itulah yang banyak mengorbankan umat Tuhan yang ada di atas bumi Papua Barat itu sendiri.

Dengan ini, hal yang sangat utama dan harus di utamakan pula dalam peran fundamental oleh yang mulia tokoh-tokoh agama ialah, hendakNya dapat menyampaikan dan menyuarakan atas seluruh rakyat Bangsa Papua Barat dalam hal persoalan HAM dan penentuan nasip sendiri (Merdeka/Selft Detemination). Karena hal tersebutlah yang sangat urgensi bagi rakyat Bangsa Papua Barat itu sendiri, berhubung rakyat Bangsa Papua Barat saat ini ada pada posisi dan keadaan terjajah oleh kolonialisme Indonesia. dan kedua hal fundamental di ataslah yang harus di utamakan oleh tokoh-tokoh agama yang ada dan sedang melayani umat Tuhan di atas Tanah Papua Barat itu sendiri.

Dengan menyerukan hal serupa semoga hendaknya akan timbul rasa patriotisme dan nasionalisme atas diri individu semua rakyat Bangsa Papua Barat itu sendiri, dengan demikian perjuangan pembebasan nasional rakyat Bangsa Papua Barat akan semakin maju dan progresif pula. Dan pada akhirnya harapan idealpun akan segera datang pula atas seluruh rakyat Bansa Papua Barat.

Hasil gambar untuk Papua dan Tuhan







Genosit Yang Terabaikan Atas Papua Barat




GENOSIDA YANG TERABAIKAN OLEH KOLONIALISME INDONESIA ATAS PAPUA BARAT
 Oleh: Arnold Ev. Meaga

Bacalah dan bagikan laporan ini, hanya tentang sebagian kecil genosida yang dilakukan terhadap orang Papua Barat oleh pemerintah Indonesia. Genosida dan kecurangan politik di Papua Barat, Melanesia. Pemerintah Indonesia telah membunuh sekitar 500.000 orang Papua Barat sejak tahun 1961. Papua Barat memiliki hak legal untuk menentukan nasib sendiri dan kemerdekaan. Laporan ini adalah tentang pembantaian di lembah Baliem 1977-78, ketika setidaknya 10.000 orang Papua Barat dibunuh.

Rincian tindakan Indonesia dapat ditemukan juga dalam laporan. Mereka termasuk penyaliban orang hidup-hidup dan membuka wanita hamil dengan bayonets. Asian Komisi Hak Asasi Manusia (AHRC); "Di salah satu desa di Dataran Tinggi Tengah, Dila, seorang pemimpin suku bernama Nalogian Kobak dibantai dan darahnya disimpan dalam ember Letnan Kolonel Soekemi yang merupakan komandan militer Indonesia untuk Nabire, kemudian memaksa para pemimpin suku lainnya, guru dan imam untuk minum darah dengan todongan senjata oleh angkatan bersenjeta Indonesia, atas rakyat Papua Barat lainnya yang telah di tangkap.

Para pemimpin desa di Tiom diiris dengan alat cukur, warga sipil dipukuli dengan kapak dan beberapa lainnya di kubur hidup-hidup. Beberapa orang Papua akhirnya menyerah dan menyerahkan diri mereka kepada militer Indonesia di Kurulu dan Wosilimo, namun mereka yang menyerah terbunuh, ditikam dengan bara api, dilemparkan ke sungai Baliem dan sungai Uwe, yang lainnya direbus hidup-hidup oleh militer. Saudara laki-laki adalah salah satu dari mereka yang menyerah kepada militer saat itu.

Para perwira militer Indonesia memaksanya untuk menggali lubang dan dia dikuburkan hidup-hidup sampai ke lehernya. lalu di aturlah penumpukan kayu di sekitar kepalanya dan menuangkan bahan bakar ke atasnya sebelum membakarnya hidup-hidup "" Kepala seorang anak terputus dan dilemparkan ke dalam api ... Anak-anak kecil tertangkap seperti ayam dan diayunkan oleh pergelangan kaki ke dalam api ... Semua anak-anak terbunuh Seorang anak tujuh bulan meninggal di perut. "" Tiga puluh lima dari 210 orang yang dilaporkan terbunuh di Kabupaten Jayawijaya adalah terdiri dari wanita.

Mereka juga diperkosa oleh perwira militer Indonesia dan batang besi yang dipanaskan terpaksa masuk ke dalam rektum dan mulut mereka oleh petugas sampai mereka meninggal. Beberapa dari mereka memerah payudara mereka dan organ dalam ditarik keluar. OPM melaporkan bahwa wanita hamil di desa Kuyawagi mengalami vagina mereka yang dipotong dengan bayonet oleh militer Indonesia, dan bayi mereka dipotong dua. 

Militer Indonesia juga memaksa penis dipotong dari mayat orang mati ke dalam mulut wanita. Dalam kasus dimana wanita tersebut menikah, perwira militer akan memperkosa mereka di depan suami dan orang lain. "Tidak ada yang pernah menyelidiki pembunuhan massal dan pembantaian di Teminabuan 1965, Arfak 1967, Paniai, 1967-69. Ayamaru 1966, Jayapura 1971, Biak-numfor 1974/5 Di seantero Papua Barat 1969, lembah Baliem 1981-84. Timika 1982, Perbatasan dengan PNG 1985, Merouke 1986/87/88, Timika 1996 dan 2000. 

Biak 1998. Wasior 2000, Wamena 2000, 2004, 2006 Jayapura 2006 2008, 2010, Jayawijaya 2013, Panaii 2014, Yahukimo 2015 di antara banyak lainnya. Pemerintah Indonesia selalu mengklaim bahwa pengambilalihan, penjajahan dan kolonisasi Papua Barat mereka bebas dan adil dan mereka tidak melakukan kejahatan. di Papua Barat sampai saat ini pemerintah Indonesia masi saja menghentikan semua reporter asing dan NGOS internasional menyelidiki apa yang telah terjadi di Papua Barat.

Dengan tindakan tidak manusiawi yang telah di lancarkan oleh kolonialisme indonesia atas rakyat Papua Bart itu, bangsa dan negara Indonesia belum pula dapat menyelesaikan segala pelanggaran HAM yang pernah terjadi atas seluruh wilaya/daerah negri melanesia itu dalam hal ini Papau Barat itu sendiri.
Hasil gambar untuk Tragedi kemanusiaan atas Papua


PEMBUNUHAN DAN MUTILASI WARGA SIPIL PAPUA

Pembunuhan Dan Mutilasi 4 Warga Sipil  Pembunuhan dan Mutilasi  4 Warga Sipil di Timika adalah kejahatan kemanusiaan, segera tangkap dan Adi...