Senin, 21 Januari 2019

Ambisi Pemerintah Indonesia Atas Bangsa Papua Barat ?


AMBISI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MEMATAHKAN GERAKAN PEMBEBASAN NASIONAL PAPUA BARAT

Oleh: A Meaga

Ambisi pemerintah Indonesia (kolonial) dalam mematahkan atau memberhentikan gerakan perjuangan politik Papua Merdeka adalah dengan cara menciptakan fluktuasi fobia terhadap rakyat Papua Barat, mekanismenya adalah dengan pendekatan militer, mempropagandakan informasi yang tidak sesuai dengan fakta objektif di lapangan (disinformasi), mendistorsikan informasi fundamental terkait perkembangan perjuangan politik Papua Merdeka terhadap publik nasional dan internasional, menutup akses secara penuh oleh otoritas negara terhadap jurnalis nsional dan internasional untuk meliput di Papua Barat, dan satu hal yang lebih membahayakan bagi generasi bangsa Papua Barat adalah bahwa, selama mereka menempuh proses belajar dalam sistem pendidikan, mereka akan di ajarkan tentang sejarah yang salah dan itu adalah pembodohan generasi bangsa Papua Barat. Akan tetapi, eksistensi bangsa Papua Barat dalam meng-implementasikan perjuangan pembebasan nasional Papua Barat tak pernah berhenti sejak pada tahun 60an hingga saat ini. Ya, pendidikan kolonial tujuannya adalah untuk menanamkan nasionalisme kolonial Indonesia, dan menghapuskan sejarah kelam bangsa Papua yang penuh dengan cacat hukum dan moral, serta penuh dengan mekanisme kongkalingkong.

Berbagai macam cara dan metode ataupun strategi negara dalam menghentikan atau memangkas eksistensi bangsa Papua Barat dalam memperjuangkan Hak Menentukan Nasip Sendiri sebagai solusi demokratis bagi bagsa Papua Barat tak pernah ada keberhasilannya, yang ada adalah kegagalan negara dalam menghentikan gerakan Papua Merdeka. Solusinya adalah satu bahwa, Indonesia harus membiarkan bangsa Papua Barat menentukan nasipnya sendiri dan mengakui kembali kemerdekaan yang telah di deklarasikan pada 1, Desember, 1961 tersebut oleh bangsa Papua Barat.

Bangsa Papua Barat telah memahami dan telah menyadari pula semua manipulasi sejarah Papua Barat yang implementasi utamanya adalah negar-negara imperialisme (Amerika Serikat dan Belanda) yang penuh dengan kongkalikong dan di bawah tekanan militarisme kolonial Indonesia, adapun beberapa catatan tanggal dan tahun penting narasi historis bagsa Papua Barat yang mana telah di manipulasi secara penuh diantaranya yakni: 1). pada 19, Dsesember 1961 (Perintah Trikora/awal mula penjajahan atas Papua Barat di mulai), 2). pada 15, Agustus, 1962, perjanjian New York/New York Agrement, 3). Pada 30, September, 1962, Perjanjian Roma, 4). Pada 1, Mei, 1963, Integrasi Papua Barat masuk ke Indonesia, 5). Pada 7, April, 1967, Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia, 6). Pada 2 Agustus 1969 Proses pelaksanaan penentuan pendapat rakyat, yang selanjutnya disingkat dengan PEPERA.

Oleh sebab itu, dari beberapa narasi historis atas Bangsa Papua Barat yang telah di laksanakan tersebut adalah tanpa keterlibataan rakyat Bangsa Papua Barat, yang mana seharusnya rakyat bangsa Papua Barat tersebut adalah prioritas utama yang harus tampil dalam mengurus nasipnya tersebut secara penuh. Namun semua itu telah diatur oleh negara-negara Imperialisme dan kolonialisme sesuai dengan kepentingan masing-masing dalam hal politik, ekonomi dan ideologi.

Sehingga teranglah sudah bahwa, pemerintah Indonesia bukanlah penyelamat bagi bangsa Papua Barat, sebab pemerintah Indonesia adalah kolonialisme yang sedang mengkoloni bangsa Papua Barat bersama kroninya imperialisme dengan hegemoni militarisme kolonialisme. Kita bangsa Papua Barat tak memiliki harapan hidup yang baik selagi masih hidup berdampingan dengan bangsa penjajah kolonial Indonesia.

*Salam Pembebasan Nasional Papua Barat!






Minggu, 20 Januari 2019

Implementasi Entitas Politik Partikularisme Di Papua

Politik Model Partikularisme Juga Adalah Budaya Penguasa Elit Papua dan Juga Agen Intelektual Papua (Mahasiswa)

Oleh: Arnold Ev. Meaga

Pengertian Partikularisme
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menuliskan definisi partikularisme sebagai sistem yang mengutamakan kepentingan pribadi diatas kepentingan umum; aliran politik, ekonomi, kebudayaan yang mementingkan daerah atau kelompok khusus. Partikularisme pada dasarnya menganut paham yang cenderung mengutamakan atau mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok tertentu. Partikularisme memiliki kemungkinan menjadi sumber konflik karena cenderung mementingkan kehendak kepentingan pribadi atau kelompok sendiri daripada kepentingan umum atau publik.

Implementasi Politik Partikularisme Di Papua
Komunitas elit politik yang terdiri dari berbagai kalangan di Papua sibuk memikirkan ambisinya dalam mengejar hasratnya untuk tujuan tunggal yang adalah tidak lain yakni  Jabatan pada posisi sistem birokrasi. Dan untuk mendapatkan itu ia (elit politik) tersebut haruslah cerdas dalam mengagitasikan visi dan misinya kepada masyarakat (objek) dengan mekanisme tipu muslihat, dan politik uang bila perlu. Sebab, metode tipu muslihat dan politik uang ini pada umunya telah menjadi budaya dalam pergolakan politik di Indonesia pada umumnya, dan khususnya di Papua, bahkan untuk Papua sendiri sangat para jalannya dinamika politik “(saya menyebutnya politik darah)”. Elit politik di Papua sibuk mengurus posisi jabatannya, ia tiada pula memikirkan manusia Papua yang sedang dibunuh dan ditindas diluar sana oleh militer Indonesia dan sejenisnya.

Para bupati dan pejabat di wilaya Lapago, Mepago, Anim ha dan lain sebagainya, hampir sebagian besar memimpin daerahnya dengan gaya ala sistem pemerintahan pada zaman feodal. Yang mana budaya (kultur) nepotisme dan hedonisme telah menjadi hukum tetap dalam tatanan sistem feodalisme tersebut. Karen praktiknya nyata sekali untuk wilayah Indonesia bagian timur itu (Papua Barat), juga Indonesia. Karena itu, dalam mewujudkan pembagunan infrastruktur ataupun suprastruktur provinsi hingga kabupaten, juga sumber daya manusia Papua (SDM-P), menciptakan kesejahteraan sosial bagi masyarakat Papua, kedamaian dan lain-lain tiada pula efektif jalanya. Padahal jumlah danah Otsus Papua tersebut bukanlah sedikit, tetapi memang pada dasarnya sejumlah danah yang besar tersebut hanya masuk pada segelintir kantong penguasa elit Papua dan pengusaha-pengusaha non-Pribumi yang ada di Papua.

Para agen intelektual pun sama saja wataknya, setelah pensiun (lulus) dari sistem pendidikan dan balik ke tempatnya (Papua Barat), akan pula terlibat dalam politik praktis dan sejenisnya. Ia (agen Intelektual) tersebut tak pernah berpikir akan hal-hal yang berkaitan dengan inovasi dalam hal menciptakan sistem produksi yang baru bersama-sama dengan rakyat dan lain-lain. Oleh sebab itulah, eskalasi pengangguran yang mulai dari S-1 dan S-2 tetap berada dalam keadaan nganggur diatas tanah dan negrinya sendiri. Kemiskinan dan kelaparan pun timbul salah satu faktornya adalah tingkat pengangguran yang cukup signifikan pula dari sisi kuantitasnya. Sebab, semua kalangan komunitas politik dan juga para agen intelektual dalam berpolitik semua menggunakan sistem politik ala model partikularisme. Sehingga, masyarakan Papua adalah sasaran (Objek) yang menjadi korban daripada praktik politik tidak sehat tersebut, karena memang para elit politik Papua tidak berpolitik secara profesionalisme dalam berpolitik. Sebab, secara kuantitas banyak orang Papua yang sok tahu dalam berpolitik, tetapi secara kualitatif ia belum dewasa dan belum pula memahami dan menguasai esensi daripada pengetahuan politik itu sendiri secara  kapabilitas absolut.

Dengan demikian, yang sangat esensial daripada politik itu adalah bahwa, manusia berpolitik tidak untuk sesuatu yang bakalan menciptakan kondisi dan situasi lingkungan sosial yang penuh dengan kontradiktif antar kelas sosial dan kedestruktifan, politik adalah seni dalam mengatur kehidupan masyarakat sosial pada suatu negara untuk hidup dalam menjalani kehidupan ber-ekonomi, ber-budaya dalam hubungan relasi antara komunitas masyarakat di daerah yang satu dengan daerah yang lain dalam suatu negara bangsa tanpa kekacauan ataupun konflik kesukuan, ke-agamaan dan lain-lain.



Sumber Reperensi:
http://blog.unnes.ac.id/aenunanisastuti/2017/09/18/materi-pembelajaran-partikularisme-kelompok-dan-dilema-pembentukan-kepentingan-publik/


PEMBUNUHAN DAN MUTILASI WARGA SIPIL PAPUA

Pembunuhan Dan Mutilasi 4 Warga Sipil  Pembunuhan dan Mutilasi  4 Warga Sipil di Timika adalah kejahatan kemanusiaan, segera tangkap dan Adi...