UANG SEBAGAI PENGENDALI ORANG PAPUA
Oleh:
Arnold Ev. Meaga
GAMBARAN UMUM TENTANG UANG
Uang
dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang
dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat
diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan
jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang
tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian
barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk
pembayaran hutang. Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat
penunda pembayaran. Secara kesimpulan, uang adalah suatu benda yang diterima
secara umum oleh masyarakat untuk mengukur nilai, menukar, dan melakukan pembayaran
atas pembelian barang dan jasa, dan pada waktu yang bersamaan bertindak sebagai
alat penimbun kekayaan.
Keberadaan
uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah daripada barter yang
lebih kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi
modern karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk
melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang
didapatkan dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan
pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan
kemakmuran.
Pada
awalnya di Indonesia, uang —dalam hal ini uang kartal— diterbitkan oleh
pemerintah Republik Indonesia. Namun sejak dikeluarkannya UU No. 13 tahun 1968
pasal 26 ayat 1, hak pemerintah untuk mencetak uang dicabut. Pemerintah
kemudian menetapkan Bank Sentral, Bank Indonesia, sebagai satu-satunya lembaga
yang berhak menciptakan uang kartal. Hak untuk menciptakan uang itu disebut
dengan hak oktroi.
UANG MENGATUR ORANG PAPUA
Orang-orang
Papua pada hakikatnya bisa dan gampang untuk di atur oleh siapapun dengan
menggunakan alat yang satu ini “Uang”,
karena uang dapat memenuhi kebutuhan umat manusia dari kekurangan-kekurangan
manusia itu sendiri. Dalam hal ini sejak wilayah Indonesia bagian timur itu
(Papua), di berikan otonomi khusus (Desentralisasi) dan mulai berjalannya
otonomi khusus tersebut atas semua rakyat Papua, pada saat itu pula sikap
orang-orang Papua berubah secara absolut. Beruba dalam hal politik, ekonomi,
Sosial Budaya dan lain-lainnya, sebab setelah mulai berjalannya otonomi khusus
tersebut pergolakan politik, ekonomi, sosial budaya berubah pulah atas semua
rakyat bangsa Papua.
Dalam
berpolitik, pada khususnya untuk proses pemilihan Gubernur, Bupati, dan
lain-lain untuk wilayah Indonesia bagian timur itu berjalan tidak berbeda pula
dengan system politik oportunisme. Jika ingin menang bersaing dalam hal politik
untuk wilayah Papua dalam rangka memenangkan suatu jabatan strategis, maka yang
harus di lakukan ialah dengan menggunakan metode politik oportunisme. Dan hal
itu nyata dan sudah berlangsung bahkan sudah menjadi kebiasaan untuk merai
kemenangan dalam berpolitik itu sendiri.
Dalam
ekonomi, untuk wilayah Papua yang merasakan kemakmuran dalam ekonomi, keadilan
dalam ekonomi dan damai dalam ekonomi, berjalan secara horizontal hanya bagi
kaum oligarki semata yang sedang berdomosili di wilayah Indonesia bagian timur
itu (Papua). Sebab dalam hal ekonomi atas masyarakat Papua, hampir sebagian
besar masyarakat akar rumput hidup tergantung pada pemerintah tidak lagi pada
usaha-usaha mereka sendiri. Oleh karena hal ketergantungan tersebut lah yang
memaksa seluruh masyarakat Papua untuk menjadi manusia yang muda untuk di atur
dan di kendalikan. Sebab masyarakat Papua gampang dalam melakukan hal-hal
destruktif demi tercapainya kebutuhan ekonomi keluarga, kelompok, golongan dan
sebagainya. Hal tersebut di sebabkan oleh dampak ketergantungan dalam hal
ekonomi itu sendiri.
Dalam
sosial budaya, kehidupan masyarakat Papua dalam ekonomi, politk, sosial budaya,
kesatuan dan persatuan etnis yang heterogen dan lain-lain, dalam hal ini
seluruh masyarakat Papua dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dalam aspek
kehidupan apapun itu, berjalan secara baik-baik saja adapun hal-hal yang tidak
baik-baik saja kerap terjadi dalam sosial budaya masyarakat Papua seluruhnya,
namun hal tersebut tidak terjadi dalam jangka waktu yang panjang (lama). Sebab
dalam kehidupan masyarakat Papua secara turun-temurun, generasi ke generasi dalam
sosial dan budaya berjalan secara natural. Oleh karenanya hal-hal yang mengarah
pada sifat destruktif pada sosial budaya masyarakat Papua jarang untuk di temui
bahkan tidak dapat terjadi atas semua rakyat Papua. Tetapi ketika kedatangan
kolonialisme (Indonesia) atas bumi Papua pada 1962 barulah terjadi vegetasi
dalam sosial budaya rakyat Papua yang dulunya berjalan secara natural menjadi
tidak natural lagi. Dan pada akhirnya banyak terjadi kecemburuan sosial budaya
antara rakyat pribumi denagan non-pribumi dalam jangka waktu yang panjang pula.
Dan persoalan tersebut jika saja akan di konservasikan oleh pemerinta, namun
tindakan konservasi tersebut tidak dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama.
Sebab dalam sosial budaya tersebut telah tervegetasi budaya sosial dari dua
bangsa yang pada hakikatnya beda Ras dan beda pula dalam menjalankan
kebiasaan-kebiasaan sosiala budayanya.
UANG MENDATANGKAN KEMATIAN BAGI
ORANG PAPUA
Uang
tidak menciptakan manusia Papua, uang menciptakan ketidak adilan atas orang
Papua, uang menciptakan pertikaian antara sesama orang Papua, uang menciptakan
kecemburuan sosial orang-orang Papua dengan orang-orang pendatang, uang
menciptakan perang antara orang Papua dengan orang Papua, uang menciptakan
penyakit pemusna masal/pemusna etnis Melanesia (Papua), singkat cerita uang
menciptakan destruktifitas atas seluruh manusia Papua. Oleh karenanya secara
empiris, sadar tidak sadar uang tersebutlah yang akan membunuh orang-orang
Papua. Sebab pada hakikatnya kebanyakan pergolakan yang kerap terjadi atas
Papua di sebabkan oleh uang, karena uang lah yang berkuasa di dunia ini setelah
Tuhan sang pencipta alam semesta.
UANG SEBAGAI TUHAN BAGI BORJUASI
LOKAL PAPUA
Borjuis
(kata sifat: borju) dalam sosiologi dan ilmu politik menggambarkan berbagai
kelompok di seluruh sejarah. Dalam dunia Barat, di antara akhir abad
pertengahan dan saat sekarang, kaum borjuis adalah sebuah kelas sosial dari
orang-orang yang dicirikan oleh kepemilikan modal dan kelakuan yang terkait
dengan kepemilikan tersebut. Mereka adalah bagian dari kelas menengah atau
kelas pedagang, dan mendapatkan kekuatan ekonomi dan sosial dari pekerjaan,
pendidikan, dan kekayaan. Hal ini dibedakan dari kelas sosial yang kekuasaannya
didapat dari lahir di dalam sebuah keluarga aristokrat pemilik tanah yang
bergelar, yang diberikan hak feodal istimewa oleh raja/monarki. Kaum Borjuis
muncul di kota-kota yang ada di akhir zaman feodal dan awal zaman modern, melalui
kontrol perdagangan jarak jauh dan manufaktur kecil. Kata borjuis dan borju
berasal dari bahasa Perancis, yang berarti "penghuni-kota" (dari
Bourg, bdk. Bahasa Jerman Burg).
Dengan
mengacu pada indikator tentang borjuasi itu sendiri, asumsi kaum borjuasi local
di Papua yang berasal dari orang-orang Papua dan orang-orang pendatang bahwa
uang adalah hal yang sangat fundamental. Oleh karena uang, apapun yang mereka
inginkan akan dengan mudah di rai olehnya. Oleh sebab itu betapa pentingnya
uang di mata mereka di bandingkan Tuhan. Terkadang mereka kelompok/ kaum borjuasi berasumsi bahwa uang lah yang harus di utamakan dan bagaimana caranya
mendatangkan uang tersebut atas mereka, barulah nanti mereka berpikir masalah
Tuhan. Sebab kaum borjuasi tidak akan pernah memikirkan hal-hal yang beraroma
dokma, karena mereka memiliki apa yang tidak di miliki oleh orang lain dalam
hal kekayaan. Terkecuali kaum borjuasi tersebut bangrut dari kesemua yang di
miliki olehnya sendiri, barulah mereka akan bersandar dan memikirkan masalah
Tuhan, singkatnya menyerakan kehidupan mereka kepada Tuhan alias bertobat. Oleh
kerena uang itulah kaum borjuasi local di Papua dapat menciptakan kekuasaan
atas dirinya sendiri, oleh karena itu, uang adalah TuhanNya kaum borjuasi, oleh
karena uang itulah yang akan memenuhi keperluan dan kebutuhan mereka dalam hal
apapun yang mereka butuhkan dan inginkan.
UANG MENCIPTAKAN REVOLUSI DALAM
PERJUANGAN KEMERDEKAAN BANGSA PAPUA BARAT
Revolusi
adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan
menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi,
perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih
dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan. Ukuran
kecepatan suatu perubahan sebenarnya relatif karena revolusi pun dapat memakan
waktu lama. Misalnya revolusi industri di Inggris yang memakan waktu puluhan
tahun, namun dianggap 'cepat' karena mampu mengubah sendi-sendi pokok kehidupan
masyarakat —seperti sistem kekeluargaan dan hubungan antara buruh dan majikan—
yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Revolusi menghendaki suatu upaya
untuk merobohkan, menjebol, dan membangun dari sistem lama kepada suatu sistem
yang sama sekali baru. Revolusi senantiasa berkaitan dengan dialektika, logika,
romantika, menjebol dan membangun.
Oleh
kerena itu untuk rakyat Bangsa Papua juga dapat melakukan revolusi dengan
metode-metode agresif dan tidak pula, dalam mengimplementasikan perjuangan
sejati yang sedang di perjuangkan oleh rakyat Bangsa Papua itu sendiri, yaitu
tidak lain tidak bukan ialah merdeka, dan bebas sepenuh-penuhnya dari cengraman
bangsa penjajah kolonialisme Indonesia, imperialisme dan kapitalisme biadap
alias si lintah darat. Dalam hal ini perjuangan tanpa danah (uang) perjuangan
pun tak dapat terlaksana dengan baik, sebab uang dapat melengkapi dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan akan perjuangan itu sendiri dari ketiadaan menjadi ada. Oleh
sebab itu uang sangat penting dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Papua menuju
ideal yang di harapkan (Merdeka) oleh bangsa Papua itu sendiri. Namun dalam hal
perjuangan, kontribusi kaum borjuasi local, masyarakat, gereja-gereja ataupun
rakyat akar rumput dalam memberikan bantuan dalam bentuk uang, guna untuk
mengimplementasikan perjuangan kemerdekaan sangat kurang di perhatikan oleh
semua rakyat bangsa Papua. Sebab factor uang (danah) juga dapat mempengaruhi
kerja-kerja perjuangan, dan uang itu adalah problem yang dapat pula menghambat
perjuangan. Agar ada bantuan uang (Dana) dari semua rakyat akar rumput maka, stratak
yang di butuhkan ialah dengan cara membangun revolusi mental terkait perjuangan
itu sendiri, melalui agitasi dan propaganda secara lisan, umum dan konkrit
terhadap semua rakyat bangsa Papua yang ada.
Sumber Reverensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Borjuis,
https://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi.