Minggu, 20 Januari 2019

Implementasi Entitas Politik Partikularisme Di Papua

Politik Model Partikularisme Juga Adalah Budaya Penguasa Elit Papua dan Juga Agen Intelektual Papua (Mahasiswa)

Oleh: Arnold Ev. Meaga

Pengertian Partikularisme
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menuliskan definisi partikularisme sebagai sistem yang mengutamakan kepentingan pribadi diatas kepentingan umum; aliran politik, ekonomi, kebudayaan yang mementingkan daerah atau kelompok khusus. Partikularisme pada dasarnya menganut paham yang cenderung mengutamakan atau mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok tertentu. Partikularisme memiliki kemungkinan menjadi sumber konflik karena cenderung mementingkan kehendak kepentingan pribadi atau kelompok sendiri daripada kepentingan umum atau publik.

Implementasi Politik Partikularisme Di Papua
Komunitas elit politik yang terdiri dari berbagai kalangan di Papua sibuk memikirkan ambisinya dalam mengejar hasratnya untuk tujuan tunggal yang adalah tidak lain yakni  Jabatan pada posisi sistem birokrasi. Dan untuk mendapatkan itu ia (elit politik) tersebut haruslah cerdas dalam mengagitasikan visi dan misinya kepada masyarakat (objek) dengan mekanisme tipu muslihat, dan politik uang bila perlu. Sebab, metode tipu muslihat dan politik uang ini pada umunya telah menjadi budaya dalam pergolakan politik di Indonesia pada umumnya, dan khususnya di Papua, bahkan untuk Papua sendiri sangat para jalannya dinamika politik “(saya menyebutnya politik darah)”. Elit politik di Papua sibuk mengurus posisi jabatannya, ia tiada pula memikirkan manusia Papua yang sedang dibunuh dan ditindas diluar sana oleh militer Indonesia dan sejenisnya.

Para bupati dan pejabat di wilaya Lapago, Mepago, Anim ha dan lain sebagainya, hampir sebagian besar memimpin daerahnya dengan gaya ala sistem pemerintahan pada zaman feodal. Yang mana budaya (kultur) nepotisme dan hedonisme telah menjadi hukum tetap dalam tatanan sistem feodalisme tersebut. Karen praktiknya nyata sekali untuk wilayah Indonesia bagian timur itu (Papua Barat), juga Indonesia. Karena itu, dalam mewujudkan pembagunan infrastruktur ataupun suprastruktur provinsi hingga kabupaten, juga sumber daya manusia Papua (SDM-P), menciptakan kesejahteraan sosial bagi masyarakat Papua, kedamaian dan lain-lain tiada pula efektif jalanya. Padahal jumlah danah Otsus Papua tersebut bukanlah sedikit, tetapi memang pada dasarnya sejumlah danah yang besar tersebut hanya masuk pada segelintir kantong penguasa elit Papua dan pengusaha-pengusaha non-Pribumi yang ada di Papua.

Para agen intelektual pun sama saja wataknya, setelah pensiun (lulus) dari sistem pendidikan dan balik ke tempatnya (Papua Barat), akan pula terlibat dalam politik praktis dan sejenisnya. Ia (agen Intelektual) tersebut tak pernah berpikir akan hal-hal yang berkaitan dengan inovasi dalam hal menciptakan sistem produksi yang baru bersama-sama dengan rakyat dan lain-lain. Oleh sebab itulah, eskalasi pengangguran yang mulai dari S-1 dan S-2 tetap berada dalam keadaan nganggur diatas tanah dan negrinya sendiri. Kemiskinan dan kelaparan pun timbul salah satu faktornya adalah tingkat pengangguran yang cukup signifikan pula dari sisi kuantitasnya. Sebab, semua kalangan komunitas politik dan juga para agen intelektual dalam berpolitik semua menggunakan sistem politik ala model partikularisme. Sehingga, masyarakan Papua adalah sasaran (Objek) yang menjadi korban daripada praktik politik tidak sehat tersebut, karena memang para elit politik Papua tidak berpolitik secara profesionalisme dalam berpolitik. Sebab, secara kuantitas banyak orang Papua yang sok tahu dalam berpolitik, tetapi secara kualitatif ia belum dewasa dan belum pula memahami dan menguasai esensi daripada pengetahuan politik itu sendiri secara  kapabilitas absolut.

Dengan demikian, yang sangat esensial daripada politik itu adalah bahwa, manusia berpolitik tidak untuk sesuatu yang bakalan menciptakan kondisi dan situasi lingkungan sosial yang penuh dengan kontradiktif antar kelas sosial dan kedestruktifan, politik adalah seni dalam mengatur kehidupan masyarakat sosial pada suatu negara untuk hidup dalam menjalani kehidupan ber-ekonomi, ber-budaya dalam hubungan relasi antara komunitas masyarakat di daerah yang satu dengan daerah yang lain dalam suatu negara bangsa tanpa kekacauan ataupun konflik kesukuan, ke-agamaan dan lain-lain.



Sumber Reperensi:
http://blog.unnes.ac.id/aenunanisastuti/2017/09/18/materi-pembelajaran-partikularisme-kelompok-dan-dilema-pembentukan-kepentingan-publik/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEMBUNUHAN DAN MUTILASI WARGA SIPIL PAPUA

Pembunuhan Dan Mutilasi 4 Warga Sipil  Pembunuhan dan Mutilasi  4 Warga Sipil di Timika adalah kejahatan kemanusiaan, segera tangkap dan Adi...