Politik Model Partikularisme
Juga Adalah Budaya Penguasa Elit Papua dan Juga Agen Intelektual Papua
(Mahasiswa)
Oleh: Arnold Ev. Meaga
Pengertian Partikularisme
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
menuliskan definisi partikularisme sebagai sistem yang mengutamakan kepentingan
pribadi diatas kepentingan umum; aliran politik, ekonomi, kebudayaan yang
mementingkan daerah atau kelompok khusus. Partikularisme pada dasarnya menganut
paham yang cenderung mengutamakan atau mementingkan kepentingan pribadi dan
kelompok tertentu. Partikularisme memiliki kemungkinan menjadi sumber konflik
karena cenderung mementingkan kehendak kepentingan pribadi atau kelompok sendiri daripada
kepentingan umum atau publik.
Implementasi Politik Partikularisme Di Papua
Komunitas elit politik yang
terdiri dari berbagai kalangan di Papua sibuk memikirkan ambisinya dalam
mengejar hasratnya untuk tujuan tunggal yang adalah tidak lain yakni Jabatan pada posisi sistem birokrasi. Dan
untuk mendapatkan itu ia (elit politik)
tersebut haruslah cerdas dalam mengagitasikan visi dan misinya kepada
masyarakat (objek) dengan mekanisme
tipu muslihat, dan politik uang bila perlu. Sebab, metode tipu muslihat dan
politik uang ini pada umunya telah menjadi budaya dalam pergolakan politik di
Indonesia pada umumnya, dan khususnya di Papua, bahkan untuk Papua sendiri
sangat para jalannya dinamika politik “(saya
menyebutnya politik darah)”. Elit politik di Papua sibuk mengurus posisi
jabatannya, ia tiada pula memikirkan manusia Papua yang sedang dibunuh dan
ditindas diluar sana oleh militer Indonesia dan sejenisnya.
Para bupati dan pejabat di
wilaya Lapago, Mepago, Anim ha dan lain sebagainya, hampir sebagian besar memimpin daerahnya
dengan gaya ala sistem pemerintahan pada zaman feodal. Yang mana budaya (kultur) nepotisme dan hedonisme telah menjadi
hukum tetap dalam tatanan sistem feodalisme tersebut. Karen praktiknya nyata sekali
untuk wilayah Indonesia bagian timur itu (Papua
Barat), juga Indonesia. Karena itu, dalam mewujudkan pembagunan
infrastruktur ataupun suprastruktur provinsi hingga kabupaten, juga sumber daya
manusia Papua (SDM-P), menciptakan
kesejahteraan sosial bagi masyarakat Papua, kedamaian dan lain-lain tiada pula
efektif jalanya. Padahal jumlah danah Otsus Papua tersebut bukanlah sedikit,
tetapi memang pada dasarnya sejumlah danah yang besar tersebut hanya masuk pada
segelintir kantong penguasa elit Papua dan pengusaha-pengusaha non-Pribumi yang
ada di Papua.
Para agen intelektual pun
sama saja wataknya, setelah pensiun (lulus)
dari sistem pendidikan dan balik ke tempatnya (Papua Barat), akan pula terlibat dalam politik praktis dan
sejenisnya. Ia (agen Intelektual) tersebut tak pernah berpikir akan hal-hal
yang berkaitan dengan inovasi dalam hal menciptakan sistem produksi yang baru
bersama-sama dengan rakyat dan lain-lain. Oleh sebab itulah, eskalasi pengangguran
yang mulai dari S-1 dan S-2 tetap berada dalam keadaan nganggur diatas tanah
dan negrinya sendiri. Kemiskinan dan kelaparan pun timbul salah satu faktornya
adalah tingkat pengangguran yang cukup signifikan pula dari sisi kuantitasnya.
Sebab, semua kalangan komunitas politik dan juga para agen intelektual dalam
berpolitik semua menggunakan sistem politik ala model partikularisme. Sehingga,
masyarakan Papua adalah sasaran (Objek)
yang menjadi korban daripada praktik politik tidak sehat tersebut, karena
memang para elit politik Papua tidak berpolitik secara profesionalisme dalam
berpolitik. Sebab, secara kuantitas banyak orang Papua yang sok tahu dalam berpolitik,
tetapi secara kualitatif ia belum dewasa dan belum pula memahami dan menguasai
esensi daripada pengetahuan politik itu sendiri secara kapabilitas absolut.
Dengan demikian, yang sangat esensial
daripada politik itu adalah bahwa, manusia berpolitik tidak untuk sesuatu yang
bakalan menciptakan kondisi dan situasi lingkungan sosial yang penuh dengan
kontradiktif antar kelas sosial dan kedestruktifan, politik adalah seni dalam
mengatur kehidupan masyarakat sosial pada suatu negara untuk hidup dalam
menjalani kehidupan ber-ekonomi, ber-budaya dalam hubungan relasi antara
komunitas masyarakat di daerah yang satu dengan daerah yang lain dalam suatu
negara bangsa tanpa kekacauan ataupun konflik kesukuan, ke-agamaan dan
lain-lain.
Sumber Reperensi:
http://blog.unnes.ac.id/aenunanisastuti/2017/09/18/materi-pembelajaran-partikularisme-kelompok-dan-dilema-pembentukan-kepentingan-publik/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar